Powered By Blogger

Jumat, 09 Juli 2010

Mencermati Satu Dasawarsa Aceh Singkil


Cobalah buka kamus besar bahasa Indonesia, edisi perdana 1988. Dalam kamus tersebut terdapat kata "Singkil" yang punya dua arti. Pertama, Singkil artinya ikat pinggang (eratkan, kencangkan ). Kedua, Singkil artinya berasa tidak enak (ketika mendengar, melihat dan membaca ).


Entah kebetulan atau tidak kedua arti tersebut sangat relevan dengan kondisi kabupaten Aceh Singkil, Provinsi NAD, yang pada 27 April 2009 lalu genap berusia 10 tahun (satu dasawarsa).


Arti yang pertama menggambarkan kondisi rakyat Aceh Singkil yang memang masih harus mengencangkan ikat pinggang (menahan lapar), karena miskin.


Arti yang kedua melukiskan bahwa apapun cerita tentang kondisi Aceh Singkil saat ini selalu terasa tidak enak didengar, dilihat, dan dibaca. Di media massa yang kita baca hanyalah masalah banjir, SKPD yang amburadul, PDAM yang mandul, dan korupsi yang merajalela.


Tidak pernah kita lihat di televisi, kita dengar di radio atau kita baca di koran bahwa Kabupaten Aceh Singkil memperoleh penghargaan karena berprestasi di bidang ketahanan pangan, olahraga, atau di bidang pendidikan, dll.

Konsep Salah Kaprah


Tanpa terasa Aceh Singkil sudah berusia 10 tahun. Apa yang sudah di capai daerah ini dalam usia yang kata petingginya masih muda itu? Jawabnya belum ada kemajuan dan masih jalan di tempat.


Memang ada sedikit perubahan tapi perubahan itu belumlah sebanding dengan jumlah uang yang telah masuk ke Aceh Singkil. Anggaran yang dikucurkan setiap tahunnya cukup besar, tetapi hasil pengamatan penulis dengan anggaran yang cukup besar itu jumlah penduduk miskin di Aceh Singkil belum menurun bahkan mungkin semakin bertambah.


Kenapa begitu? Jawabnya adalah karena setiap tahun para kepala SKPD meluncurkan kegiatan yang tidak tepat sasaran, lebih banyak untuk kegiatan fisik gedung dan belanja di sekretariat daerah yang tidak memberdayakan ekonomi rakyat, tidak dinamis, tidak realistis, over lapping, besarnya anggaran untuk pegawai, besarnya dana untuk pembelian barang dan jasa dalam setiap jenis proyek serta banyaknya dana yang terpakai untuk kegiatan seremonial yang bersifat rutinitas dan kurang strategis, tanpa inovasi dan kreasi.


Tiap tahun para kepala SKPD meluncurkan program/kegiatan tanpa pernah sebelumnya mendiagnosis jenis "penyakit" kemiskinan itu secara tepat berikut bentuk terapinya yang mujarab. Makanya, arang habis besi binasa.


Di samping itu konsep pembangunan yang dijalankan selama ini sudah salah kaprah, tidak terfokus kepada satu sektor saja, tetapi memakai konsep "cilet-cilet". Artinya, selama ini pembangunan yang dilakukan dengan cara membangun sektor perikanan sedikit, sektor peternakan sedikit, sektor pertanian sedikit.


Konsep ini sampai kiamat pun tidak akan membawa perubahan. Seharusnya setiap sektor pembangunan menjadi target pertahunnya, tidak mengambang seperti yang ada selama ini, target apa dan bagaimana cara mencapainya juga harus jelas.


Sejak awal berdirinya sampai sekarang program pembangunan di Aceh Singkil lebih mengutamakan pembangunan fisik terutama kantor- kantor pemerintah, yang sekarang mubazir.


Lebih parah lagi, pendopo bupati yang masih layak pakai tapi sudah dibangun yang baru. Kantor-kantor pemerintah tersebut berderet sepanjang 22 Km dari kota Singkil ke kampung baru.


Sebuah deretan perkantoran yang terpanjang di jagat raya dan sudah pantas masuk Guinnes Book of Record. Tidak ada penanaman pohon atau penghijauan sepanjang jalan itu juga dalam Kota Singkil sebagai ibukota Kabupaten.


Yang menonjol adalah banyaknya bersileweran mobil-mobil dinas yang sangat kontras sekali dengan meningkatnya jumlah pengangguran dan kehidupan masyarakat di desa-desa yang sungguh sangat memilukan.


Seharusnya sejak awal program pembangunan dimulai dengan memperkuat basis ketahanan ekonomi masyarakat agar mereka bisa menghidupi dirinya sendiri.


Penulis belum menemukan ada persawahan yang terbentang walaupun hanya 10 Ha. Nelayan yang meningkat taraf hidupnya, atau industri kecil menengah atau industri pengolahan yang akan memacu perekonomian daerah dan membuka lapangan kerja.

Penutup


Menurut hasil penelitian pakar Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zahra, 80% dari 198 daerah yang sudah dimekarkan tidak berhasil membawa kesejahteraan kepada rakyatnya.


Dan penulis berani bertaruh, salah satu kabupaten tersebut adalah kabupaten Aceh Singkil yang belum mampu menyediakan pelayanan dasar kepada rakyatnya seperti sandang, pangan, papan kesehatan dan pendidikan.


Entah apa yang terjadi pada daerah ini sehingga serba tidak bagus, pasti ada yang salah urus, mungkin karena niat para pejabatnya tidak lurus dan mereka mengelola daerah tidak becus, atau sengaja dibuat sekenario bulus supaya hasrat pejabat bisa mulus, kenapa mereka sangat susah menjadi orang yang berbuat dan bekerja secara tulus bahkan tega membiarkan rakyat yang semestinya mereka urus.


Masih cukup panjang deretan kebobrokan pemerintah Aceh Singkil yang ingin penulis kupas tuntas disini. Akan tetapi penulis tidak punya ruang terlampau leluasa untuk melancarkan kritik.


Kritik penulis ini sebenarnya sudah kehilangan otentitasnya karena ketika membaca tulisan ini rakyat Aceh Singkil seperti membaca saya mengkritik sesuatu yang saya sendiri sebagai kepala dinas tujuh tahun masuk dalam kabinet yang amburadul itu. Meminjam istilah PT Pos Indonesia,"Kritik ini kembali ke alamat si pengirim".


Sudah saatnya para pejabat di Aceh Singkil mengencangkan ikat pinggang bersama-sama rakyat. Satu dasawarsa kabupaten Aceh Singkil bukan tidak ada kemajuan tapi jauh dari yang dicita-citakan. Rakyat Aceh Singkil sudah terlalu lama menunggu, sementara permasalahan yang muncul terus berlapis.


Sebagian masyarakat masih sabar namun terasa berat menanggung beban kehidupan. Mereka menyerahkan diri kepada yang Maha Kuasa. Mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan.


Mereka mengais pagi untuk kehidupan petang. Jauh rasanya untuk dapat mengenyam pendidikan dan kesehatan jika kebutuhan pokok saja sulit untuk dipenuhi. Kasihanilah rakyat Aceh Singkil yang sudah terlalu lama didera kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan dan seperti tidak punya masa depan.

Penulis adalah mantan kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Aceh Singkil

2 komentar:

  1. Kita tunggu generasi selanjutnya untuk perubahan kabupaten singkil.

    BalasHapus
  2. hmmm, tapi sebelum Singkil Kabupaten, Masih segar diingatanku bahwa tertulis di beberapa Pamflet kantor masih kecamatan ya!!, itu Singkel. Jadi setelah Kabupaten Aceh Singkil atau Singkil itu berubah. Jadi arti Singkel apa, coba jawab?

    BalasHapus